Guntur Romli: Hasyim Asyari tak relevan jadi saksi sidang kasus Hasto
Jakarta – Guntur Romli, seorang politisi dari PDI Perjuangan, berpendapat bahwa Hasyim Asyari. Yang merupakan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk periode 2016-2024. Tidak pantas menjadi saksi dalam persidangan terkait dugaan perintangan penyidikan dan suap. Yang telah menghukum Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.
Dia menyatakan bahwa kasus yang kini dihadapi oleh Hasto tidak berkaitan. Dengan penggantian antarwaktu (PAW) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Kedua hal yang dituduhkan adalah suap dan pelanggaran pasal obstruction of justice. Hasyim Asyari tidak relevan dengan dua masalah yang dituduhkan ini,” ujar Guntur saat ditemui di Pengadilan Tipikor Jakarta pada hari Jumat.
Lebih lanjut, dia juga menyebutkan bahwa saksi lain, yakni Arif Budi Raharjo. Yang merupakan penyelidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga tidak memiliki relevansi dengan kasus Hasto.
Menurut Guntur, KPK baik penyelidik maupun penyidik bukanlah saksi fakta karena tidak menyaksikan, mendengar, atau mengalami langsung peristiwa dalam kasus Hasto.
Sebelumnya, KPK juga telah menghadirkan seorang penyidik lainnya. Rossa Purbo Bekti, sebagai saksi di persidangan Hasto pada hari Jumat (9/5).
“KPK terpaksa menghadirkan saksi-saksi penyidik yang mereka anggap sebagai saksi fakta,” tambahnya cvtogel.
Dalam perkara ini, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan kasus korupsi. Yang melibatkan Harun Masiku sebagai tersangka, antara tahun 2019 hingga 2024.
Sekjen DPP PDI Perjuangan tersebut diduga menghalangi penyidikan dengan perintah kepada Harun Masiku, lewat penjaga Rumah Aspirasi Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam Harun ke dalam air setelah penangkapan anggota KPU periode 2017-2022, Wahyu Setiawan, oleh KPK.
Bukan hanya ponsel Harun Masiku, tetapi Hasto juga disebut mengarahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam demi menghindari tindakan paksa oleh penyidik KPK.
Hasto bukan hanya didakwa menghalangi penyidikan; dia juga bersama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana yang terlibat kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku diduga memberikan uang sebesar 57. 350 dolar Singapura, yang setara dengan Rp600 juta, kepada Wahyu antara tahun 2019 dan 2020.
Uang tersebut diduga diberikan agar Wahyu membantu KPU menyetujui permohonan penggantian antarwaktu (PAW) bagi calon legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumsel I, yang bernama Riezky Aprilia untuk Harun Masiku.
Dengan demikian, Hasto berisiko menghadapi hukuman yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.